H A J I
Ibadah Yang Istimewa
Haji itu pada bulan tertentu (Dzulhijjah)
Barangsiapa mengerjakan fardhu haji
Maka tak boleh ia berbuat tidak senonoh,
Tak boleh berbuat kefasikan/maksiat,
Dan tak boleh berbantah-bantahan
Ketika sedang berhaji.
Apa saja kebaikan yang kamu lakukan
Niscaya Allah mengetahuinya.
Berbekallah kamu dengan sebaik-baik perbekalan
Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa
Taqwa-lah kepada-KU
Wahai orang-orang yang beraqal.
( Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 197 )
PANGGILAN NABI IBRAHIM
Ibadah Haji adalah ibadah “panggilan”, makanya semua orang muslim selalu menantikan panggilan itu, “panggilan Nabi Ibrahim”, karena itu setiap jamaah selalu menyerukan talbiyah : “Labbayk, allahumma labbayk”.
Jika panggilan sudah sampai, maka tak seorangpun dapat mencegahnya. Ada yang tak pernah mimpi, tahu-tahu sepuluh orang anaknya bersepakat dan mengumpulkan dana yang ada pada mereka, untuk memberangkatkan sang ayah pergi haji. Ada yang pergi haji karena berhasil menjadi juara membaca Al-Qur’an. Ada pula yang pergi haji atas biaya dinas ( haji abidin ). Ada pula yang dapat undian, dan yang lainnya. Siapa sangka.
Sebaliknya, jika panggilan itu belum sampai, ada saja halangannya. Ada yang sudah siap untuk berangkat, tapi setelah diperiksa terakhir kesehatannya oleh dokter, eeh, ternyata hamil. Apa mau dikata. Ada juga yang gagal pergi ke Mekkah lantara panggilan bukan datang dari Nabi Ibrahim, melainkan dari Izhrail yang datang menjemput. Atau juga gagal karena tertimpa bencana alam yang teramat dahsyat. Atau karena sebab-sebab lain yang kita manusia tak mampu untuk menolak atau menghindarinya.
Bagi mereka yang gagal berangkat dan kecewa, itu manusiawi. Akan tetapi kita coba untuk mengambil hikmah di balik peristiwa ini. Ketika kegagalan ini dipandang sebagai musibah maka kitapun marah, kesal dan berontak. Tentu hal ini akan mempengaruhi kejiwaan dan bahkan keimanan kita. Manakala kita memandang kegagalan ini sebagai ujian dan peringatan Tuhan, kitapun sabar dan tenang. Mungkin belum jodoh dengan baitullah, atau mungkin panggilan Nabi Ibrahim belum sampai. Barangkali Tuhan masih memberi kita kesempatan untuk membuat persiapan lebih baik, meningkatkan kesabaran, meningkatkan keimanan dan memperbanyak taubat dan ibadat. Tentulah hal ini sangat bermanfaat bagi kita semua.
Ada baiknya kita renungkan apa yang dikatakan oleh Bapak Quraisy Shihab: “Jika Anda gagal mendatangi rumah Allah, maka mari kuta berjuang untuk mendatangkan Allah ke rumah kita”. Rasulullah bersabda :
“Bersegeralah kalian berhaji, karena sesungguhnya (salah seorang) kamu tidak ada yang tahu apa-apa yang akan menghalanginya”. (H.r. Imam Ahmad dari Ibnu Abbas).
LANJUTAN IBADAH RAMADHAN.
Ibadah Haji adalah ibadah yang dilaksanakan/dikerjakan setelah kita m,engerjakan ibadah di bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda :
“Islam itu dibangun atas lima perkara (rukun), yaitu; Bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu Rasul Allah, Mendirikan shalat, Menunaikan Zakat, Melaksanakan puasa Ramadhan dan Menunaikan haji ke baitullah al-haram”. (H.r. Muslim dari Abu Hurairah).
Ibadah Haji dikerjakan pada awal bulan Dzulhijjah kurang lebih 60 hari setelah Ramadhan. Ada tiga pantangan besar dalam mengerjakan haji, yaitu :
“...jangan berbuat keributan, jangan berbuat kefasikan, dan jangan berbantah-bantahan”.
Ini berarti haji harus dikerjakan dengan tulus, mulus dan damai. Upaya/latihan untuk itu sudah dilakukan selama beribadah di bulan Ramashan, sebagaimana sabda Rasulullah :
“Puasa itu perisai, maka apabila seseorang kamu berpuasa, janganlah ia menuturkan kata-kata keji, dan janganlah berbuat keributan. Jika ada seseorang memakinya dan mengajaknya berkelahi, hendaklah ia berkata: Aku sedang puasa”. (H.r. Muslim).
Dengan sikap dasar yang dilatihkan di bulan Ramadhan ini dapat dipegang teguh dan dijadikan dasar pula dalam berhaji, maka tentu hajinya akan sangat bermakna. Bahkan Rasulullah juga bersabda :
“Barangsiapa berhaji kemudian ia tidak berbuat jorok (atau berkata kotor) dan tidak berbuat fasik (maksiat), maka ia kembali dalam keadaan kesucian, seperti pada hari ia dilahirkan” (H.r. Bukhari dan Muslim).
RUKUN ISLAM KELIMA.
Dalam struktur rukun Islam yang lima, Haji adalah rukun yang kelima, terakhir dan penutup. Apakah maknanya ?
Sebagai rukun yang kelima, ibadah haji adalah kewajiban yang hanya sekali seumur hidup. Ini artinya ibadah haji adalah ibadah yang dikerjakan “sekali jadi”. Jika yang sekali itu keliru, tak akan bisa lagi diulangi. Karena itu kita harus mengerjakannya “betul-betul”, dan tidak hanya kebetulan.
Sebagai rukun yang kelima, ibadah haji adalah kemasan penutup dan penyempurna dari ke-Islam-an seseorang. Empat sehat Lima sempurna. Dengan ibadah kelima ini, maka “sempurna”lah sudah keislaman seseorang. Maka yangessensi dari ibadah haji (mabrur) adalah kesempurnaan, “kaffah”, dan ketaqwaan, sehingga Rasulullah bersabda :
“Haji yang mabrur tidak ada ganjaran yang sesuai melainkan sorga”. (H.r. Bukhari dan Muslim).
Dan hasilnya haruslah dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari sesudah selesai mengerjakan haji.
HAJI DAN TAZKIYAH.
Sesungguhnya, nilai haji seseorang tidak terletak pada gelar HAJI/HAJJAH yang disandang di muka nama seseorang sebagai tanda ia sudah mengerjakan rukun Islam yang kelima. Haji Fulan, Haji Anu. Walaupun memang ada orang/pejabat yang tak mau menandatangani surat hanya gara-gara stafnya lupa mengetik huruf H (haji) di muka namanya, dan ia mengatakan bahwa untuk mendapatkan gelar haji itu tidak gampang dan mahal lagi biayanya.
Juga nilai haji seseorang tidak terletak pada kopiah putih yang terpasang di kepala. Kalau soal memakai kopiah putih, anak-anak juga bisa. Walaupun memang ada seorang pak haji yang distop polisi karena naik sepeda motor tidak pakai helm. Kepada polisi ia berkata: Kopiah putih saya ini lebih mahal dari harga helm. Bahkan ada ibu-ibu yang ketika belum haji suka pakai jilbab yang menutupi rapat seluruh kepala, leher dan dadanya, akan tetapi setelah pulang haji, tidak lagi memakai jilbab, melainkan memakai bolang yang menempel di kepalanya, biar orang tahu bahwa ia sudah hajjah. Katanya bolang itu sunah nabi bagi ibu-ibu yang sudah berhaji, padahal dengan bolang itu kelihatanlah ujung-ujung rambutnya yang ikal dan leher serta bahunya yang jenjang, bahkan kalung emasnya pun juga tampak jelas.
Sebagai rukun yang kelima, ibadah haji adalah ibadah yang dilaksanakan sebagai proses tazkiyah, penyucian yang agung, penyucian diri secara keseluruhan/total sebagai dasar untuk menuju ketaqwaan.
Memang, semua rukun Islam adalah proses penyucian. Syahadatain adalah penyucian aqidah, membersihkan aqidah dari tuhan-tuhan yang tidak benar. Shalat adalah penyucian jasad, membersihkan diri dari ujung rambut sanpai ke ujung kaki. Zakat adalah penyucian harta dari perkara-perkara yang tidak baik. Sedangkan puasa adalah penyucian hati/jiwa dari nafsu dan syaitan. Adapun haji adalah penyucian total, penyucian yang sempurna, sebab haji hanya akan bernilai teramat baik (mabrur) apabila dikerjakan dengan aqidah yang suci bersih, diri yang suci bersih, harta yang suci bersih, dan hati yang juga suci bersih.
Sebagai rukun yang kelima, ibadah haji hanyalah bermakna, apabila dikerjakan dengan :
* Aqidah yang suci : tidak ada kesyirikan didalam hati, dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang berbau syirik.
* Diri yang suci : tidak tumbuh dari makanan haram, dan tidak dipakai melakukan perbuatan haram/maksiat.
* Harta yang suci : tidak berasal dari perolehan yang haram atau tidak jelas asal-usulnya, dan telah dibersihkan dengan zakat, infaq dan shadaqah.
* Jiwa/hati yang suci : tidak terbawa nafsu (takabur, takatsur dan hasad), dan tidak mencintai dunia secara berlebihan sehingga menelantarkan akhirat.
Dalam sebuah hadits yang agak panjang Rasulullah bersabda :
“Apabila seseorang keluar untuk berhaji dengan nafkah yang baik dan ia meletakkan kakinya di atas kenderaan, lalu mengucapkan :”labbayk, allahumma labbayk”, maka ada suara/ sahutan dari langit :”Aku penuhi panggilanmu dan kebahagiaanmu di dunia dan di akhirat. Bekalmu dari yang halal, kenderaanmua juga halal dan hajimu mabrur, tidak tertolak”. Dan apabila seseorang keluar untuk pergi haji dengan nafkah yang jelek, kemudian meletakkan kakinya di atas kenderaan, lalu mengucapkan : “labbayk, allahumma labbayk”, kemudian ada suara/sahutan dari langit : “Tidak Aku penuhi panggilanmu dan tak ada kebahagiaan bagimu di dunia dan di akhirat. Bekalmu dari yang haram, nafkahmu juga haram dan hajimu tak dapat diterima”. Masya Allah, betapa sis-sianya.
Sebagai rukun yang kelima, ibadah haji adalah proses tazkiyah, proses pertaubatan yang terbesar dan terberat. Karena itu hasilnya/keberhasilannya hendaknya membawa perubahan yang cukup signifikan dan permanen bagi kehidupan sesudahnya. Jika tidak maka betapa kerugian sajalah yang kita peroleh, walaupun secara materi duniawi kita berbangga hati karena sudah dapat mengerjakan haji, bahkan berkali-kali.
Sebagai illustrasi kita camkan sebuah hadits -yang agak panjang- yang artinya kurang lebih demikian :
“Pernah terjadi dialog Rasulullah dengan para sahabat. Rasul bertanya : Tahukah kalian siapa yang benar-benar bertaubat/mensucikan diri ?”. Sahabat menjawab : “Allah dan Rasul-Nya yang tahu” . Maka Rasul menjelaskan : Barangsiapa mengaku bertaubat :
- tetapi tidak mau mencari/menuntut ilmu, ia belum bertaubat;
- tetapi ibadahnya tidak juga bertambah (baik dan banyak) , ia belum bertaubat;
- tetapi tidak bersedia memberi keredlaan/maaf kepada lawan, ia belum bertaubat;
- tetapi pakaian dan makannya tidak berubah, ia belum bertaubat;
- tetapi pergaulannya tidak juga berubah, ia belum bertaubat;
- tetapi tidak juga berubah kebiasaan/akhlaknya, ia belum bertaubat;
- tetapi tidak bersedia menggulung tempat tidurnya, ia belum bertaubat;
- tetapi tidak mau menyedekahkan sebagian karunia Allah, ia belum bertaubat”.
EMPAT SEHAT LIMA SEMPURNA
Seorang haji adalah pribadi/sosok yang sempurna keislamannya, muslim yang kaffah, muslim yang taqwa, yang muttaqien. Sorga yang luasnya seluas langit dan bumi, disediakan hanya untuk orang-orang yang muttaqien. Dan taqwa adalah pakaian kehidupan yang terbaik, yang paling sempurna.
“Berpakaianlah kamu, dan sesungguhnya pakaian yang terbaik adalah pakaian taqwa”.
Sehubungan dengan ayat ini Quraisy Shihab mengatakan kepada mereka yang tengah berhaji: “Jangan kamu tanggalkan pakaian ihrammu sebelum engkau yakin akan menggantinya dengan pakaian taqwa”. Sungguh luar biasa..
Jika assumsi ini benar adanya, maka seorang yang sudah HAJI, tidak akan :
- tidak akan melakukan korupsi dan manipulasi, sekecil apapun, apalagi besar;
- tidak akan mengkhianati kawan sendiri, apalagi menjegal dan menghujat;
- tidak akan mendendam dan mendengki, karena hanya akan merusak hati;
- tidak akan rakus dan tama’ kepada harta dan dunia, apalagi sampai lupa diri;
- tidak akan arogan, angkuh, tinggi hati, sehingga mau menang sendiri tak mau mengaku salah;
- tidak akan iri dengki melihat kawan atau orang lain yang sukses, sehingga mau menjatuhkan.
Pendeknya, seorang “haji” adalah pribadi yang bersih/suci, damai, dan bahagia..
Dengan demikian, sepantasnyalah kalau kita berharap :
Makin banyak yang haji, makin bersihlah negeri ini
Makin banyak yang haji, makin damailah hidup ini
Makin banyak yang haji, makin bahagialah hati ini.
Bagi mereka yang pergi menunaikan ibadah haji :
Kita lepas kepergiannya dengan doa semoga aman, selamat dan sukses.
Kita tunggu dan sambut kedatangannya nanti dengan harapan semoga membawa kesucian, kedamaian dan kebahagiaan bagi kita semua. Semoga kemamburan itu bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan membias kepada kehidupan dan kebagaiaan bersama dalam keampunan dan redha Allah. Amien.
BACAAN / RUJUKAN
- Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Haji, Umrah dan Ziarah.,(terj. Drs. Musrifin As’ad Z), Penerbit Firdaus, Jakarta, cet. I, 1993.
- KH. Abdukllah Gymnastiar, Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qalbu, Gema Insani Press, Jakarta, cet. I, 2002.
- Syekh ImamAshaari Muhammad at-Tamimi, Ibadat Menurut Islam, Giliran Timur, Jakarta, cet. VI, 2001.
- Syekh Hasan Ayyub, Pedoman Menuju Haji Mabrur (terj. S. Agil Husin al-Munawwar et.al.), PT Wahana Dunia Unika Karya, Jakarta, cet. I, 2002.
- Ust. Labib Mz. & M. Ridho’ie, Kuliah Ibadah Ditunjau Dari Segi Hukum dan Hikmahnya, Penerbit Tiga-Dua, Surabaya, cet. I, 2000.
Banjarbaru
AHMAD KUSASI